Disoal Adanya Korban Pencabulan di Kota Tangerang, Kuasa Hukum Beberkan Peran dan Aturan Pemerintah

 

Disoal Adanya Korban Pencabulan di Kota Tangerang, Kuasa Hukum Beberkan Peran dan Aturan Pemerintah

Likaliku.com - Perwakilan S. N. A Law Office, Syukron Nur Arifin SH. membeberkan peraturan-peraturan Pemerintah tentang Oknum pelaku asusilan dengan korban anak dibawah umur seperti yang terjadi pada 13 Agustus 2025 di SMP Negeri di Kota Tangerang, Banten. Senin, 15 Desember 2025.

Syukron Nur Arifin SH. dengan gamblang memaparkan ;
1. Undang-Undang nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) mengatur secara spesifik berbagai bentuk tindak pidana kekerasan seksual dan memberikan sanksi yang lebih kuat, termasuk jika pelakunya adalah tenaga pendidik terhadap peserta didik.
2. Undang-Undang nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, mengatur tentang kode etik guru dan perlindungan profesi, serta sanksi administratif (seperti teguran, penundaan hak, hingga pemberhentian tidak dengan hormat) bagi guru yang melanggar kode etik dan terbukti melakukan pelanggaran serius, termasuk perbuatan asusila dan sanksi administratif ini bersifat terpisah dari proses pidana.
3. Undang-Undang nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), bagi guru yang berstatus sebagai PNS, berlaku juga peraturan disiplin ASN yang mengatur kode etik dan perilaku, di mana perbuatan asusila merupakan pelanggaran berat yang dapat berujung pada sanksi kepegawaian. 

"Peraturan-peraturan ini menegaskan bahwa perbuatan asusila oleh guru, terutama terhadap murid, merupakan pelanggaran hukum serius yang dapat dikenakan sanksi pidana dan juga sanksi administratif/kepegawaian," jelas Syukron.

Berdasarkan beberapa pasal dalam KUHP dan UU terkait lainnya, terutama jika tindakan 'melindungi' tersebut memenuhi unsur-unsur tindak pidana tertentu, seperti:

1. Membantu atau Memfasilitasi Pelaku
Seseorang yang dengan sengaja membantu atau memfasilitasi pelaku tindak asusila, baik sebelum, saat, maupun setelah kejadian, dapat dijerat hukum sebagai ;
- Penyertaan (deelneming) jika bantuan diberikan saat atau sebelum tindak pidana terjadi, orang tersebut dapat dianggap turut serta melakukan atau membantu tindak pidana (misalnya Pasal 55 dan 56 KUHP). Sanksi pidana yang dikenakan bisa sama atau dikurangi dari pelaku utama, tergantung peranannya.
- Merintangi Proses Hukum (Obstruction of Justice): UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) memberikan perhatian khusus pada perbuatan yang menghalangi proses hukum. Pasal 16 UU TPKS melarang tindakan menghalang-halangi penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap pelaku kekerasan seksual dengan ancaman pidana penjara hingga 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp.200.000.000,- (Dua Ratus Juta Rupiah).

2. Menyembunyikan Pelaku atau Barang Bukti ;
Tindakan menyembunyikan pelaku tindak pidana secara umum diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) lama (yang berlaku hingga tahun 2026) dan UU No. 1 Tahun 2023 (KUHP baru), dengan ketentuan sebagai berikut ;
- Pasal 221 KUHP lama: Memuat ancaman pidana bagi siapa saja yang sengaja menyembunyikan orang yang melakukan kejahatan (termasuk tindak asusila) atau menghalangi penyidikan.
- Pasal 317 UU No. 1 Tahun 2023 (KUHP baru) Mengatur tentang perbuatan menghalangi atau mempersukar penyidikan atau penuntutan tindak pidana.

3. Tidak Melapor
Khusus dalam konteks tindak pidana tertentu, ada kewajiban hukum untuk melapor ;
UU Perlindungan Anak (UU No. 35 Tahun 2014) Dalam kasus tindak asusila terhadap anak, setiap orang yang mengetahui adanya eksploitasi seksual anak wajib melapor kepada pihak berwenang. Ketidaksertaan melapor dapat dikenakan sanksi pidana. 

"Perlindungan terhadap oknum asusila tidak diizinkan oleh hukum Indonesia dan dapat mengakibatkan konsekuensi hukum serius bagi pihak yang terlibat, oleh karenanya Pemerintah Kota Tangerang selalu pemangku kebijakan, Dinas Pendidikan yang memiliki anggaran serta program-program demi mencerdaskan generasi muda, terkhusus PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia) yang memiliki sumber dana berasal dari iuran anggota (wajib atau sukarela), bantuan pemerintah (hibah), usaha organisasi (koperasi, pelatihan), donasi, serta pendapatan dari majalah dan kalender, digunakan untuk operasional, kesejahteraan guru, dan kegiatan organisasi, yang artinya PGRI yang menaungi langsung guru-guru seluruh Indonesia," tandas Syukron.

"DPRD juga memiliki peran tidak kalah penting dalam kasus ini, selaku Perwakilan Rakyat memiliki kewajiban untuk mewakili rakyat dalam memantau anggaran-anggaran maupun program-program dapat berjalan sesuai rencana, demi mengungkap semua maka secepatnya Rapat Dengar Pendapat (RDP) digelar, entah kapan RDP digelar," tambahnya.

Hingga berita ini ditayangkan, Kuasa Hukum Korban pencabulan dibawah umur belum mendapatkan surat undangan RDP dari DPRD Kota Tangerang, atau tindak lanjut atas adanya hal tersebut. Serta, adanya peristiwa tersebut juga seharusnya menjadi perhatian khusus Komnasham, KPAI, Pemerintah, ataupun instansi terkait, agar hal serupa tidak terulang kembali di dunia pendidikian Indonesia, khususnya di Kota Tangerang.

Sumber : TIM

0 Komentar