Likaliku.com — Program unggulan Pemerintah Kota Tangerang seperti Gampang Kerja dan Gampang Sembako sejatinya digagas untuk menjawab kebutuhan mendasar masyarakat, yakni lapangan pekerjaan dan ketersediaan bahan pokok dengan harga terjangkau. Dua sektor tersebut merupakan pilar penting dalam upaya meningkatkan kesejahteraan warga kota.
Namun, di lapangan pelaksanaannya belum sepenuhnya berjalan efektif. Salah satu persoalan utama yang muncul adalah minimnya koordinasi dan sinkronisasi antar Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang menjadi pelaksana teknis program.
Tiga instansi yang seharusnya menjadi motor utama, yakni Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM (Disperindagkop), Dinas Tenaga Kerja (Disnaker), serta Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pasar Kota Tangerang, dinilai belum bergerak dalam satu irama.
Program Gampang Kerja yang Masih Tersendat
Program Gampang Kerja diharapkan mampu memperluas lapangan kerja dan menekan angka pengangguran di Kota Tangerang melalui pelatihan keterampilan, bursa kerja, dan kemitraan dengan pelaku usaha.
Namun kenyataannya, pelaksanaan program ini belum menunjukkan hasil optimal. Kegiatan pelatihan kerja yang dilakukan oleh Disnaker, misalnya, sering kali tidak terhubung dengan kebutuhan dunia usaha yang dibina oleh Disperindagkop. Akibatnya, lulusan pelatihan belum terserap maksimal di pasar kerja lokal.
Minimnya integrasi data antara penyedia tenaga kerja, pelaku usaha, dan sektor industri menyebabkan proses penyaluran tenaga kerja tidak berjalan efisien. Alhasil, Gampang Kerja belum benar-benar mempermudah warga untuk memperoleh pekerjaan sebagaimana yang diharapkan.
Dalam bukunya Development as Freedom (1999), ekonom peraih Nobel Amartya Sen menegaskan bahwa:
“Kebebasan ekonomi tidak hanya tentang kesempatan, tetapi juga tentang kemampuan untuk memanfaatkan kesempatan itu. Tanpa dukungan struktural dan koordinasi kebijakan, kebebasan itu menjadi ilusi.”
Kutipan ini menegaskan pentingnya dukungan kelembagaan dan sinergi antarinstansi agar program peningkatan kesejahteraan seperti Gampang Kerja benar-benar memberi ruang nyata bagi masyarakat untuk berkembang.
Gampang Sembako yang Belum “Gampang”
Hal serupa juga terjadi pada program Gampang Sembako yang bertujuan menjaga stabilitas harga dan menjamin ketersediaan bahan pokok. Kurangnya koordinasi antara Disperindagkop dan Perumda Pasar menghambat efektivitas distribusi sembako di pasar-pasar tradisional.
Sejumlah warga dan pedagang menilai harga bahan pokok di beberapa pasar masih fluktuatif dan sulit dikendalikan. Padahal, jika sistem koordinasi antara Disperindagkop sebagai pengatur kebijakan harga dan Perumda Pasar sebagai pelaksana distribusi berjalan baik, stabilitas pasar dapat lebih terjaga.
Selain itu, peran Perumda Pasar dalam pengawasan harga dan stok bahan pokok juga dinilai belum maksimal. Fungsi pasar daerah seharusnya menjadi poros utama dalam menjaga rantai pasok dan distribusi kebutuhan pokok masyarakat.
Dalam The Wealth of Nations (1776), Adam Smith menulis bahwa:
“Pasar yang sehat tidak berdiri di atas kebebasan tanpa arah, melainkan pada tatanan dan kerja sama antar pihak yang saling melengkapi.”
Pemikiran klasik ini tetap relevan hingga kini — bahwa mekanisme pasar hanya dapat berjalan stabil bila ada tata kelola, koordinasi, dan transparansi di seluruh mata rantai distribusi.
Koordinasi Lintas Sektor Jadi Kunci
Masalah lemahnya koordinasi ini menunjukkan bahwa pelaksanaan program lintas sektor di lingkungan Pemkot Tangerang masih menghadapi tantangan struktural dan komunikasi antarinstansi.
Koordinasi bukan sekadar formalitas atau rutinitas rapat. Diperlukan sistem kerja terpadu, komunikasi yang efektif, serta integrasi data dan perencanaan lintas sektor agar program pemerintah dapat mencapai sasaran yang diinginkan.
Sejalan dengan pemikiran Peter Senge dalam bukunya The Fifth Discipline (1990),
“Organisasi yang gagal membangun pembelajaran lintas unit akan terus mengulangi kesalahan yang sama, karena hanya bereaksi terhadap gejala, bukan akar masalah.”
Pemerintah Kota Tangerang perlu segera membentuk tim koordinasi terpadu antara Disnaker, Disperindagkop, dan Perumda Pasar untuk memastikan pelaksanaan dua program unggulan ini berjalan selaras. Tanpa langkah itu, capaian kinerja program berpotensi stagnan dan tidak berdampak langsung pada masyarakat.
Harapan Warga: Dari Janji Menjadi Aksi Nyata
Warga tentu berharap agar program Gampang Kerja dan Gampang Sembako tidak berhenti sebatas jargon politik atau agenda seremonial tahunan. Masyarakat menunggu langkah konkret pemerintah dalam memperkuat sinergi antar SKPD dan memastikan setiap kebijakan benar-benar menyentuh kebutuhan rakyat kecil.
Filsuf sosial John Dewey dalam The Public and Its Problems (1927) menulis:
“Kebijakan publik hanya akan efektif jika mampu memadukan tindakan kolektif yang sadar dan terarah menuju kesejahteraan bersama.”
Dengan memperkuat koordinasi, memperjelas pembagian peran, dan memperbaiki mekanisme kerja lintas instansi, Pemkot Tangerang berpeluang besar menjadikan kedua program unggulannya sebagai contoh nyata kebijakan yang berdampak langsung bagi kesejahteraan masyarakat.
Keberhasilan program tidak diukur berdasarkan seberapa banyak acara digelar, namun lebih kepada seberapa besar manfaat yang benar-benar dirasakan oleh warga. Oleh karena itu, kerjasama dan sinkronisasi menjadi kunci agar program unggulan tak hanya "gampang disebut," namun gampang juga dirasakan.
Oleh: Rosyid Warisman (Pemerhati/Akademisi)
0 Komentar