Likaliku.com – Kinerja Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Tangerang kembali menjadi sorotan tajam masyarakat.
Seorang warga, Andi Resmana, mengungkapkan kekecewaannya karena pengurusan surat tanah yang dia ajukan hingga kini tak kunjung selesai, meski sudah menunggu selama 1 tahun 8 bulan.
Menurut Andi, dalam prosesnya ia berhubungan dengan seseorang berinisial Ag, yang diduga melakukan praktik tidak transparan.
“Kami merasa dipingpong tanpa kepastian. Biaya yang diminta pun tidak jelas perinciannya, seolah ada akomodasi tersembunyi yang membebani masyarakat, Ini jelas merugikan kami,” ungkapnya.
Kasus ini membuka dugaan adanya oknum yang menjadikan BPN sebagai ‘lahan basah’, dengan memanfaatkan lemahnya pengawasan serta minimnya transparansi biaya layanan.
Padahal, sesuai Pasal 4 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, masyarakat berhak memperoleh pelayanan yang cepat, sederhana, terjangkau, transparan, dan akuntabel.
Dari sisi hukum, kondisi tersebut juga berpotensi melanggar ketentuan Pasal 368 KUHP tentang pemerasan serta Pasal 3 dan Pasal 12 huruf e UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, apabila benar terdapat pungutan liar atau penyalahgunaan kewenangan oleh oknum aparatur.
Menurut pandangan pengamat hukum publik, Thorik arfansyah, kasus ini tidak bisa dianggap sepele.
“Fenomena ini mencerminkan adanya krisis akuntabilitas birokrasi pertanahan. Jika praktik pungutan liar dan penyalahgunaan jabatan dibiarkan, maka hal ini bukan sekadar maladministrasi, tetapi bisa naik menjadi tindak pidana korupsi"ucapnya.
Lanjutnya "BPN harus segera membuka transparansi biaya, memperketat pengawasan, dan memberikan kepastian hukum kepada masyarakat,” tegas Arpansar.
Publik kini menanti langkah konkret dari BPN Kota Tangerang maupun Kementerian ATR/BPN, agar praktik birokrasi gelap tidak semakin mengakar dan merugikan warga.
Sumber : Fiq
0 Komentar