Fasilitas Publik Tidak Terawat, Kota Ini Dinilai Hanya Indah di Spanduk Pemerintah

Fasilitas Publik Tidak Terawat, Kota Ini Dinilai Hanya Indah di Spanduk Pemerintah


Likaliku.com - Di balik narasi pertumbuhan ekonomi dan ekspansi infrastruktur yang kerap diagung-agungkan dalam pidato-pidato seremoni, Kota Tangerang justru menyimpan paradoks menyakitkan ruang publiknya terdegradasi, infrastrukturnya menua tanpa perawatan, dan institusinya seperti lupa bahwa kota ini dihuni manusia, bukan sekadar data statistik pembangunan.


Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) di depan SD Negeri Sukasari 6 menjadi artefak diam dari ketidakpedulian. Kanopinya hancur, lampunya padam, dan pelajar yang melintas setiap hari seolah ditakdirkan berjudi dengan keselamatan mereka. Sebuah potret tragis ketika negara yang seharusnya hadir sebagai pengayom lebih sibuk membangun wajah kota daripada merawat jantung infrastrukturnya.


Di ruas-ruas jalan lain, marka aspal tertutup semak-semak, seakan ruang kota dibiarkan direbut kembali oleh vegetasi liar karena manusia sudah terlalu malas atau terlalu gagal untuk merawatnya. Lampu jalan padam, dan malam pun menjelma jadi panggung kejahatan. Di wilayah Buaran Indah, truk-truk raksasa parkir liar seperti penguasa jalanan, tak terjamah hukum, tak digubris regulasi. Lalu di mana Pemerintah?


Muncul sebagai suara yang masih waras dalam kekacauan ini, tokoh masyarakat dan intelektual urban Kota Tangerang, H. Rusdi Saleh, SH., MH., menyampaikan kritik tajam sekaligus refleksi mendalam.


“Ketika fasilitas publik dibiarkan rusak, yang hancur bukan hanya fisik kota, tetapi juga fondasi etika pemerintahan dan moralitas pelayanan publik,” tegas Rusdi, Selasa (29/7/2025).


Baginya, pemeliharaan bukan sekadar aktivitas teknis atau beban anggaran tahunan. Ia adalah pilar eksistensial yang membedakan kota modern dari perkampungan yang tumbuh tanpa arah. Ini adalah bentuk peradaban sebuah konsensus sosial bahwa ruang bersama adalah tanggung jawab kolektif dan berkelanjutan.


Rusdi menyerukan agar pemeliharaan dilakukan secara auditif, prediktif, dan partisipatif, tidak menunggu infrastruktur ambruk baru mengajukan anggaran darurat. Sistem HVAC ( Heating Ventilation, and Air Conditioning), jaringan perpipaan, hingga lampu jalan harus menjadi objek perhatian yang sama pentingnya dengan membangun gedung baru. Kota yang besar bukan kota yang banyak bangunannya, tapi kota yang merawat dengan cermat apa yang sudah dimilikinya.


Fasilitas halte di depan Masjid Istiqomah kelurahan babakan kota tangerang berubah menjadi tempat singgah orang tanpa identitas, maka itu bukan hanya soal ketertiban. Itu adalah indikator disfungsi sistem pengawasan. Kota mulai kehilangan kapasitas simboliknya sebagai ruang aman, menjadi zona tak bertuan di tengah kemegahan poster-poster pembangunan.


Rusdi menggarisbawahi bahwa urban governance yang sehat tidak hanya bicara tentang perencanaan tata ruang, tetapi tentang menjamin keberlanjutan fungsi sosial dari setiap meter ruang publik. Pemeliharaan harus menjadi ideologi teknokratis, bukan sekadar sisa anggaran Dinas.


“Fasilitas publik adalah simbol peradaban. Membiarkannya rusak sama saja membiarkan kehormatan kolektif kita luntur oleh kelalaian,” ungkapya.


Fenomena Parkir Liar di ruas Jalan Situ Gede menuju RSUD Kota Tangerang membludak. Berdasarkan pantauan pada Senin sore 29/7/25, deretan kendaraan rodan empat yang terparkir di sisi kiri dan kanan jalan secara semrawut menyebabkan penyempitan arus lalu lintas secara signifikan. Kondisi ini membuat kendaraan yang berpapasan nyaris tidak memiliki ruang untuk melintas.


Situasi tersebut bukan sekadar problematika lalu lintas, namun telah berkembang menjadi krisis aksesibilitas bagi pasien yang membutuhkan pertolongan medis segera. Dalam beberapa kasus, mobil ambulans maupun kendaraan pribadi yang mengangkut pasien terpaksa berhenti atau mencari jalur alternatif yang lebih jauh karena tersendat oleh kemacetan akibat parkir tidak resmi.


"Ini bukan sekadar macet, ini sudah menghambat hak dasar masyarakat untuk memperoleh layanan kesehatan," tambahnya. 


Fasilitas Publik Tidak Terawat, Kota Ini Dinilai Hanya Indah di Spanduk Pemerintah


Kondisi ini memunculkan pertanyaan mendasar: di mana peran otoritas dalam menjamin kelancaran akses menuju fasilitas kesehatan publik? Penegakan aturan parkir dan pengawasan lalu lintas di kawasan vital seperti ini sejatinya bukan opsi, melainkan kewajiban struktural negara dalam melindungi hak warga atas kesehatan dan keselamatan.


Urgensi akan penataan ulang sistem parkir dan mobilitas di sekitar RSUD tidak bisa lagi ditunda. Pemerintah daerah harus segera mengambil langkah tegas  bukan hanya dalam bentuk imbauan, melainkan eksekusi nyata di lapangan.


Jika dibiarkan, praktik parkir liar ini tidak hanya menciptakan stagnasi lalu lintas, tetapi juga dapat berdampak fatal bagi pasien yang membutuhkan penanganan medis cepat. Saat akses kesehatan terhambat oleh kelalaian tata kelola ruang publik, maka yang sedang sakit bukan hanya tubuh masyarakat, tapi juga sistem.


Untuk itu ,dirinya mengajak Dinas PUPR, Dinas Perhubungan (Dishub), dan Satpol PP untuk tidak sekadar menjadi birokrasi pengarsip, tetapi menjadi eksekutor progresif yang memulihkan martabat kota melalui intervensi konkret dan terukur.


Sebuah kota yang membiarkan marka jalan tertutup daun dan truk parkir seenaknya adalah kota yang mulai mengalami desentralisasi tanggung jawab moral. Setiap lampu jalan yang padam adalah simbol absennya negara. Setiap infrastruktur yang rusak dan tak diperbaiki adalah kesaksian tentang kegagalan kebijakan publik yang tak berani mengakui kelemahan dirinya.


Tangerang hari ini berada di simpang tiga sejarah antara menjadi kota yang tumbuh cerdas, atau menjadi kota yang membusuk diam-diam di balik baliho pembangunan. Pilihannya ada di tangan para pemangku kebijakan, tetapi bebannya akan selalu ditanggung warga yang berjalan di jembatan rusak, berkendara di jalan gelap, atau hidup di kota yang tak pernah menjamin rasa aman.


“Jika kota adalah cermin peradaban, maka Tangerang harus segera berkaca. Karena cermin yang retak hanya akan memantulkan wajah kepalsuan,” pungkas Rusdi dengan nada getir dan penuh makna.


Sumber : Linda M.S

0 Komentar